11:21:00 PM |
Posted by
Debiyanto Wirasetya, A.Md.KL |
Edit Entri
Sebuah kata bernama ‘kritik’. Gw yakin klo ‘kritik’ sudah menjamah keseluruh dunia dan sudah mendekam disetiap sanubari manusia. ‘kritik’ akan dengan mudahnya keluar dari lidah manusia yg kemudin akan berubah menjadi pedang yg akan mencabik-cabik hati dan perasaan dari lawan bicara mereka. ‘kritik’ akan terasa begitu ringan untuk dikeluarkan tetapi begitu berat untuk dirasakan.
Terkadang beberapa orang mengatakan “silahkan berikan kritik yg membangun untuk perbaikan selanjutnya”. Akan tetapi setelah kritik itu diberikan, sikap apa yg orang tersebut berikan? Sangatlah sedikit orang yg menerima kritik yg telah diberikan orang lain kepada dirinya. Lebih banyak dari mereka akan dengan sekuat tenaga memberikan pembelaan mati2an untuk kebenaran atas dirinya. Kritik ibarat pedang bermata dua, yang mana satu sisi akan memberikan kebaikan untuk perubahan dan satu sisi lainnya akan menyakiti perasaan. Kritik merupakan sebuah wujud rasa tidak suka dari diri kita (yg dianggap tidak sesuai dengan kita) terhadap orang lain tanpa ada pertimbangan kebaikan dari sisi mereka, dan lebih banyak merupakan keluhan subjektifitas kita, bukan penilaian objektifitas terhadap mereka.
Sepeti halnya dengan kejadian yg pernah gw alami di waktu lalu. Awal gw masuk kuliah di Purwokerto yg secara otomatis gw harus tinggal di Kost sebagai rumah baru gw…iaah rumah baru dan teman2 baru. Kebetulan awal gw tinggal di kost, kost gw sedang direhab, beberapa ruangan sedang dalam pemasangan keramik. Suatu sore hari ketika gw baru pulang shalat berjamaah di masjid, gw yg akan mau membuka pintu masuk kost, tiba2 gw dikagetkan dengan teguran dari salah seorang yg juga tinggal di kost yg sama dengan gw (teguran masih berkerabat dekat dengan kritik). “Hey bocah, klo mau masuk jangan lewat pintu itu..keramik baru dipasang, lewat pintu samping!!” teguran salah seorang teman kost gw yg waktu itu gw belum kenal baik siapa dia, namanya pun gw belum tau (gw cari tau, ternyata namanya Ari Fak. Hukum). Teguran itu sangat menyakiti hati gw, dan mulai saat itu gw mengikrarkan klo Ari adalah musuh gw. Dan selama 3 tahun berada dalam 1 kost, selama itu pula gw telah memusuhinya (ngga ada maaf bagimu sebelum kau minta maaf langsung ke gw). Mungkin lain halnya ketika Ari berkata dengan perkataan lain yg lebih bisa gw terima, “Maaf, keramiknya baru dipasang, jadi masuknya lewat pinti samping ya…” Gw bisa menerima perkataan itu dan ngga ada permusuhan berkepanjangan antara gw dan Ari. Ketidaksukaan kita terhadap orang, walaupun kepada orang yg baru kita lihat, akan mempengaruhi kesinergisan dari hati dan pikiran kita yg kemudian otak akan memerintahkan kepada lidah untuk menyerukan nada2 hujatan yg merupakan wujud dari rasa ketidaksukaan kita terhadap orang lain. Hati kita yg semestinya menjadi control akan perasaan dan pikiran, ternyata bisa dibutakan dengan ‘rasa tidak suka’. Walaupun belum bisa mengimajinatifkan ‘kritik’, kisah gw bisa mengilhami bagaimana arti sebuah ‘teguran’.
Pernahkah Anda di kritik? Saya yakin pernah, dan semua orang yg berada di bumi ini pernah merasakan sebuah kritikan. Gw pernah mengkritik salah satu teman kuliah gw, seorang cewe, termasuk dalam saingan gw untuk menaiki podium prestasi. Gw yg ngga suka dengan gayanya yg sok kecentilan, cerewed, sok cari muka di depan dosen, dan satu hal lagi yg ngga gw suka, dia ngga nunjukin sikapnya sebagai salah seorang yg pernah naik podium prestasi dengan masih suka nyontek waktu ujian (gw juga masih suka nyontek, tapi ngga semunafik yg dia lakukan), gw sering mengkritik…menghujat…ataupun terkadang memaki. Sikap yg gw tunjukin adalah sikap antipatik yg bertentangan arus dengan sikap yg dia tunjukan. Alhasil, diapun tidak pernah memperdulikan kritik, hujatan, ataupun makian yg gw berikan. Dia tetap berperilaku seperti apa yg biasa dia lakukan dan diapun juga memberikan menuver balasan kepada gw. Ternyata apa yg gw lakukan itu sia2, ngga bermanfaat, dan justru menimbulkan kerugian.
“Kritik adalah hal yg sia2 karena menempatkan seseorang dalam posisi defensive dan biasanya membuat orang itu berusaha mempertahankan dirinya. Kritik itu berbahaya, karena dapat melukai kebanggan seseorang, melukai perasaan, dan dapat membangkitkan kebencian”.
Berikut adalah sebuah jurnal klasik Amerika yg pernah muncul sebagai salah satu editorial dalam majalah People’s Home Jurnal berjudul “Ayah Juga Lupa” karya W. Livingstone Larned, yg mungkin bisa menginspirasika kepada Anda bagaimana cara bersikap dan bagaimana arti sebuah kritikan.
AYAH JUGA LUPA
W. Livingstone Larned
Dengar, Nak: Ayah mengatakan ini pada saat kau terbaring tidur, sebelah tangan kecil merayap di bawah pipimu dan rambutmu yg keriting pirang lengket pada dahimu yg lembap. Ayah menyelinap masuk seorang diri ke kamarmu. Baru beberapa menit yg lalu, ketika Ayah sedang membaca Koran di ruang perpustakaan, satu sapuan kesal yg amat dalam menerpa. Dengan perasaan bersalah Ayah datang masuk menghampiri pembaringanmu.
Ada hal2 yg Ayah pikirkan, Nak: Ayah selama ini bersikap kasar kepadamu. Ayah membentakmu ketika kau sedang berpakaian hendak pergi ke sekolah karena kau cuma menyeka mukamu sekilas dengan handuk. Lalu Ayah lihat tidak membersihkan sepatumu. Ayah berteriak marah tatkala kau melempar beberapa barangmu ke lantai.
Saat makan pagi Ayah juga menemukan kesalahan. Kau meludahkan makananmu. Kau menelan terburu-buru makananmu. Kau meletakkan sikumu di atas meja. Kau mengoleskan mentega terlalu tebal di rotimu. Dan begitu kau mulai bermain dan Ayahberangkat mengejar kereta api, kau berpaling dan melambaikan tangan sambil menyeru, “Selamat jalan Ayah!” dan Ayah mengerutkan dahi, lalu menjawab “Tegakkan bahumu!”
Kemudian semua itu berulang lagi pada sore hari. Begitu Ayah muncul dari jalan, Ayah segera mengamatimu dengan cermat, memandang hingga lutut, memandangmu yg sedang bermain kelereng. Ada lubang pada kaus kakimu. Ayah menghinamu di depan kawan2mu, lalu menggiringmu untuk pulang ke rumah. Kaus kaki mahal – dan kau yg harus membelinya, kau akan lebih berhati-hati! Bayangkan itu, Nak, itu keluar dari pikiran seorang Ayah!
Apakah kau ingat, nantinya, ketika Ayah sedang membaca di ruang perpustakaan , bagaimana kau datang dengan rasa takut, dengan rasa terluka dalam matamu? Ketika Ayah terus memandang Koran, tidak sabar karena gangguanmu, kau jadi ragu2 di depan pintu. “kau mau apa?” semprot Ayah.
Kau tidak berkata sepatah pun, melainkan berlari melintas dan melompat ke arah Ayah, kau melemparkan tanganmu melingkari leher Ayah dan mencium Ayah, tangan2mu yg kecil semakin erat memeluk dengan hangat, kehangatan yg telah Tuhan tetapkan untuk mekar di hatimu dan yg bahkan pengabaian sekali pun tidak akan mampu melemahkannya. Dan kemudaian kau pergi, bergegas menaiki tangga.
Nah, Nak, sesaat setelah itu Koran jatuh dari tangan Ayah, dan satu rasa takut yg menyakitkan menerpa Ayah. Kebiasaan aoa yg sudah Ayah lakukan? Kebiasaan dalam menemukan kesalahan, dalam mencerca – ini adalah hadiah Ayah untukmu sebagai seorang anak lelaki. Bukan berarti Ayah tidak mencinyaimu; Ayah lakukan ini karena Ayah berharap terlalu banyak dari masa muda. Ayah sedang mengukurmu dengan kayu pengukur dari tahun-tahun Ayah sendiri.
Dan sebenarnya begitu banyak hal yg baik dan benar dalam sifatmu. Hati mungil milikmu sama besarnya dengan fajar yg memayungi bukit2 luas. Semua ini kau tunjukkan dengan sikap spontanmu saat kau menghambur masuk dan mencium Ayah sambil mengucapkan selamat tidur. Tidak ada masalah lagi malam ini, Nak. Ayah sudah datang ke tepi pembaringanmu dalam kegelapan, dan Ayah sudah berlutut disana, dengan rasa malu!
Ini adalah sebuah rasa tobat yg lemah; Ayah tau kau tidak akan mengerti hal2 seperti ini kalau Ayah sampaikan padamu saat kau terjaga. Tapi esok hari Ayah akan menjadi Ayah sejati! Ayah akan bersahabat karib denganmu, dan ikut menderita bila kau menderita, dan tertawa bila kau tertawa. Ayah akan menggigit lidah Ayah kalau kata2 tidak sabar keluar dari mulut Ayah. Ayah akan terus mengucapkan kata ini seolah-olah sebuah ritual: “Dia cuma seorang anak kecil – anak lelaki kecil!”
Ayah khawatir sudah membayangkanmu sebagai seorang lelaki. Namun, saat Ayah memandangmu sekarang, Nak, meringkuk terbaring dan letih dalam tempat tidurmu, Ayah lihat bahwa kau masih seorang bayi. Kemarin kau masih dalam gendongan ibumu, kepalamu berada dibahu ibumu. Ayah sudah meminta terlalu banyak, sungguh terlalu banyak.
Setelah membaca jurnal tadi, apakah sudah timbul dibenak Anda, makna apa yg terkandung dari sebuah kritik? Semoga Anda memahami. Pertimbangkan kembali kritikan2 yg mungkin akan Anda berikan kepada seseorang, cobalah mengerti mengapa mereka melakukan apa yg mereka lakukan. Lihatlah sisi kebaikan dari diri mereka, dan lahirkanlah sebuah kata ‘maaf’ yg akan menjembatani tali persaudaraan.
‘KRITIK’…kenapa saya dan Anda melakukannya? Pikirkan kembali…
Terkadang beberapa orang mengatakan “silahkan berikan kritik yg membangun untuk perbaikan selanjutnya”. Akan tetapi setelah kritik itu diberikan, sikap apa yg orang tersebut berikan? Sangatlah sedikit orang yg menerima kritik yg telah diberikan orang lain kepada dirinya. Lebih banyak dari mereka akan dengan sekuat tenaga memberikan pembelaan mati2an untuk kebenaran atas dirinya. Kritik ibarat pedang bermata dua, yang mana satu sisi akan memberikan kebaikan untuk perubahan dan satu sisi lainnya akan menyakiti perasaan. Kritik merupakan sebuah wujud rasa tidak suka dari diri kita (yg dianggap tidak sesuai dengan kita) terhadap orang lain tanpa ada pertimbangan kebaikan dari sisi mereka, dan lebih banyak merupakan keluhan subjektifitas kita, bukan penilaian objektifitas terhadap mereka.
Sepeti halnya dengan kejadian yg pernah gw alami di waktu lalu. Awal gw masuk kuliah di Purwokerto yg secara otomatis gw harus tinggal di Kost sebagai rumah baru gw…iaah rumah baru dan teman2 baru. Kebetulan awal gw tinggal di kost, kost gw sedang direhab, beberapa ruangan sedang dalam pemasangan keramik. Suatu sore hari ketika gw baru pulang shalat berjamaah di masjid, gw yg akan mau membuka pintu masuk kost, tiba2 gw dikagetkan dengan teguran dari salah seorang yg juga tinggal di kost yg sama dengan gw (teguran masih berkerabat dekat dengan kritik). “Hey bocah, klo mau masuk jangan lewat pintu itu..keramik baru dipasang, lewat pintu samping!!” teguran salah seorang teman kost gw yg waktu itu gw belum kenal baik siapa dia, namanya pun gw belum tau (gw cari tau, ternyata namanya Ari Fak. Hukum). Teguran itu sangat menyakiti hati gw, dan mulai saat itu gw mengikrarkan klo Ari adalah musuh gw. Dan selama 3 tahun berada dalam 1 kost, selama itu pula gw telah memusuhinya (ngga ada maaf bagimu sebelum kau minta maaf langsung ke gw). Mungkin lain halnya ketika Ari berkata dengan perkataan lain yg lebih bisa gw terima, “Maaf, keramiknya baru dipasang, jadi masuknya lewat pinti samping ya…” Gw bisa menerima perkataan itu dan ngga ada permusuhan berkepanjangan antara gw dan Ari. Ketidaksukaan kita terhadap orang, walaupun kepada orang yg baru kita lihat, akan mempengaruhi kesinergisan dari hati dan pikiran kita yg kemudian otak akan memerintahkan kepada lidah untuk menyerukan nada2 hujatan yg merupakan wujud dari rasa ketidaksukaan kita terhadap orang lain. Hati kita yg semestinya menjadi control akan perasaan dan pikiran, ternyata bisa dibutakan dengan ‘rasa tidak suka’. Walaupun belum bisa mengimajinatifkan ‘kritik’, kisah gw bisa mengilhami bagaimana arti sebuah ‘teguran’.
Pernahkah Anda di kritik? Saya yakin pernah, dan semua orang yg berada di bumi ini pernah merasakan sebuah kritikan. Gw pernah mengkritik salah satu teman kuliah gw, seorang cewe, termasuk dalam saingan gw untuk menaiki podium prestasi. Gw yg ngga suka dengan gayanya yg sok kecentilan, cerewed, sok cari muka di depan dosen, dan satu hal lagi yg ngga gw suka, dia ngga nunjukin sikapnya sebagai salah seorang yg pernah naik podium prestasi dengan masih suka nyontek waktu ujian (gw juga masih suka nyontek, tapi ngga semunafik yg dia lakukan), gw sering mengkritik…menghujat…ataupun terkadang memaki. Sikap yg gw tunjukin adalah sikap antipatik yg bertentangan arus dengan sikap yg dia tunjukan. Alhasil, diapun tidak pernah memperdulikan kritik, hujatan, ataupun makian yg gw berikan. Dia tetap berperilaku seperti apa yg biasa dia lakukan dan diapun juga memberikan menuver balasan kepada gw. Ternyata apa yg gw lakukan itu sia2, ngga bermanfaat, dan justru menimbulkan kerugian.
“Kritik adalah hal yg sia2 karena menempatkan seseorang dalam posisi defensive dan biasanya membuat orang itu berusaha mempertahankan dirinya. Kritik itu berbahaya, karena dapat melukai kebanggan seseorang, melukai perasaan, dan dapat membangkitkan kebencian”.
Berikut adalah sebuah jurnal klasik Amerika yg pernah muncul sebagai salah satu editorial dalam majalah People’s Home Jurnal berjudul “Ayah Juga Lupa” karya W. Livingstone Larned, yg mungkin bisa menginspirasika kepada Anda bagaimana cara bersikap dan bagaimana arti sebuah kritikan.
AYAH JUGA LUPA
W. Livingstone Larned
Dengar, Nak: Ayah mengatakan ini pada saat kau terbaring tidur, sebelah tangan kecil merayap di bawah pipimu dan rambutmu yg keriting pirang lengket pada dahimu yg lembap. Ayah menyelinap masuk seorang diri ke kamarmu. Baru beberapa menit yg lalu, ketika Ayah sedang membaca Koran di ruang perpustakaan, satu sapuan kesal yg amat dalam menerpa. Dengan perasaan bersalah Ayah datang masuk menghampiri pembaringanmu.
Ada hal2 yg Ayah pikirkan, Nak: Ayah selama ini bersikap kasar kepadamu. Ayah membentakmu ketika kau sedang berpakaian hendak pergi ke sekolah karena kau cuma menyeka mukamu sekilas dengan handuk. Lalu Ayah lihat tidak membersihkan sepatumu. Ayah berteriak marah tatkala kau melempar beberapa barangmu ke lantai.
Saat makan pagi Ayah juga menemukan kesalahan. Kau meludahkan makananmu. Kau menelan terburu-buru makananmu. Kau meletakkan sikumu di atas meja. Kau mengoleskan mentega terlalu tebal di rotimu. Dan begitu kau mulai bermain dan Ayahberangkat mengejar kereta api, kau berpaling dan melambaikan tangan sambil menyeru, “Selamat jalan Ayah!” dan Ayah mengerutkan dahi, lalu menjawab “Tegakkan bahumu!”
Kemudian semua itu berulang lagi pada sore hari. Begitu Ayah muncul dari jalan, Ayah segera mengamatimu dengan cermat, memandang hingga lutut, memandangmu yg sedang bermain kelereng. Ada lubang pada kaus kakimu. Ayah menghinamu di depan kawan2mu, lalu menggiringmu untuk pulang ke rumah. Kaus kaki mahal – dan kau yg harus membelinya, kau akan lebih berhati-hati! Bayangkan itu, Nak, itu keluar dari pikiran seorang Ayah!
Apakah kau ingat, nantinya, ketika Ayah sedang membaca di ruang perpustakaan , bagaimana kau datang dengan rasa takut, dengan rasa terluka dalam matamu? Ketika Ayah terus memandang Koran, tidak sabar karena gangguanmu, kau jadi ragu2 di depan pintu. “kau mau apa?” semprot Ayah.
Kau tidak berkata sepatah pun, melainkan berlari melintas dan melompat ke arah Ayah, kau melemparkan tanganmu melingkari leher Ayah dan mencium Ayah, tangan2mu yg kecil semakin erat memeluk dengan hangat, kehangatan yg telah Tuhan tetapkan untuk mekar di hatimu dan yg bahkan pengabaian sekali pun tidak akan mampu melemahkannya. Dan kemudaian kau pergi, bergegas menaiki tangga.
Nah, Nak, sesaat setelah itu Koran jatuh dari tangan Ayah, dan satu rasa takut yg menyakitkan menerpa Ayah. Kebiasaan aoa yg sudah Ayah lakukan? Kebiasaan dalam menemukan kesalahan, dalam mencerca – ini adalah hadiah Ayah untukmu sebagai seorang anak lelaki. Bukan berarti Ayah tidak mencinyaimu; Ayah lakukan ini karena Ayah berharap terlalu banyak dari masa muda. Ayah sedang mengukurmu dengan kayu pengukur dari tahun-tahun Ayah sendiri.
Dan sebenarnya begitu banyak hal yg baik dan benar dalam sifatmu. Hati mungil milikmu sama besarnya dengan fajar yg memayungi bukit2 luas. Semua ini kau tunjukkan dengan sikap spontanmu saat kau menghambur masuk dan mencium Ayah sambil mengucapkan selamat tidur. Tidak ada masalah lagi malam ini, Nak. Ayah sudah datang ke tepi pembaringanmu dalam kegelapan, dan Ayah sudah berlutut disana, dengan rasa malu!
Ini adalah sebuah rasa tobat yg lemah; Ayah tau kau tidak akan mengerti hal2 seperti ini kalau Ayah sampaikan padamu saat kau terjaga. Tapi esok hari Ayah akan menjadi Ayah sejati! Ayah akan bersahabat karib denganmu, dan ikut menderita bila kau menderita, dan tertawa bila kau tertawa. Ayah akan menggigit lidah Ayah kalau kata2 tidak sabar keluar dari mulut Ayah. Ayah akan terus mengucapkan kata ini seolah-olah sebuah ritual: “Dia cuma seorang anak kecil – anak lelaki kecil!”
Ayah khawatir sudah membayangkanmu sebagai seorang lelaki. Namun, saat Ayah memandangmu sekarang, Nak, meringkuk terbaring dan letih dalam tempat tidurmu, Ayah lihat bahwa kau masih seorang bayi. Kemarin kau masih dalam gendongan ibumu, kepalamu berada dibahu ibumu. Ayah sudah meminta terlalu banyak, sungguh terlalu banyak.
Setelah membaca jurnal tadi, apakah sudah timbul dibenak Anda, makna apa yg terkandung dari sebuah kritik? Semoga Anda memahami. Pertimbangkan kembali kritikan2 yg mungkin akan Anda berikan kepada seseorang, cobalah mengerti mengapa mereka melakukan apa yg mereka lakukan. Lihatlah sisi kebaikan dari diri mereka, dan lahirkanlah sebuah kata ‘maaf’ yg akan menjembatani tali persaudaraan.
‘KRITIK’…kenapa saya dan Anda melakukannya? Pikirkan kembali…
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
About Me
- Debiyanto Wirasetya, A.Md.KL
- Debiyanto Wirasetya, a Man, born in Kebumen City at Oktober 28th, 1988, dibesarkan dikeluarga sederhana, Islam is my way, my hobby are singing, swimming, and of course…ngising too, mempunyai harapan dan impian yang unlimited, goal-seeking become a rich man…baik hati dan tidak sombong tentunya, selalu munjunjung tinggi keadilan dan kebenaran juga menumpas kejahatan like Satria Baja Hitam, and present have worked in Port Health Office Class 1 of Tanjung Priok, Jakarta.
Let's Chat...
Bunner
Oh Belog
D' Most Popular Post
-
Saturday, April 30, 2011 Seminggu yg lalu, tepatnya sore hari tanggal 21 April, gw mudik menuju Purwokerto (acara kumpul2 bareng temen2 ku...
-
Article by Debiyanto Wirasetya, A.Md.KL Jakarta banjir……, sungai di Jakarta berwarna hitam dan berbau……., di Jakarta susah mencari sumber...
-
Saturday, May 6, 2011 Perlu diketahui bersama, Port Health Office Class 1 of Tanjung Priok memberikan pelayanan selama 24 jam, nonstop eve...
-
Friday, April 08, 2011 Pada post kali ini gw coba bikin cerita imajinatif… suka, silahkan baca… ga suka, never mind… Cerita ini tentang K...
-
Wednesday, April 20, 2011 Curhat Colongan… Huft…ternyata bekerja di Jakarta itu ngga semudah yg dibayangkan. Orang2 di Jakarta yg gw rasa...
-
Tuesday, May 31, 2011 Salam sejahtera bagi pembaca sekalian… Gimana, udah dapet kerjaan belum??? Jaman sekarang ini yg namanya nyari kerj...
-
Ngomong-ngomong korean movie, mungkin lebih banyak kaum hawa yang suka nonton Korean movie. Alasannya, banyak actor yang Guuaaanteng-guanten...
-
Jika kita ingin mengingat, ingatlah hal yang baik dan apabila kita ingin menjadi orang baik maka janganlah suka mengingat hal yang buruk, se...
-
Sunday, June 12, 2011 Posting kali ini gw coba ngangkat topik about koteka... iaaahhh KO TE KA... Apakah Anda tahu apa itu koteka??? Ayo...
-
Saturday night, 19, 2011. Info ga’ penting : saat gw nulis ni...gw nglakuin multi job, nonton tipi (tanding bola Chelsea Vs Everton) + nget...
0 comments:
Posting Komentar